Selasa, 11 Agustus 2009

Budaya Belajar Mahasiswa

Budaya Belajar Mahasiswa

Perguruan tinggi atau universitas selalu dijuluki dengan lingkungan kaum intelektual, yang selanjutnya akan menciptakan pemimpin atau politikus-politikus yang handal, mereka semua adalah jebolan atau lulusan dari pendidikan selevel perguruan tinggi. Tidak lepas dari keberhasilan mereka adalah budaya belajar kampus yang positif. Semua tempat dan semua waktu adalah belajar. Demikian kesimpulan provokasi took-tokoh besar demokratis pendidikan yang selama ini digaungkan menjadi mahasiswa. Dan sebagai konskuensinya mereka harus menjalani apa itu yang namanya proses pembelajaran, dan hal ini yang menjadikan syarat wajib untuk menyandang prediket sebagai mahasiswa. Dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak disebut mahasiswa jika mereka tidak belajar.

Seiring dengan berputarnya bumi, proses belajar menjadi rutinitas makhluk yang berakal yaitu manusia. Baik mereka sadar atau tidak sadar bahwa mereka telah melakaukannya. Terkadang pengetahuan ini didapatkan secara tidak sengaja, sepintas saat bersinggungan dengan realitas yang ada, tetapi kemudian banyak bermanfaat dalam kelangsungan hidup mereka. Menurut pengertiannya belajar adalah semua upaya manusia atau individu memobilisasikan (menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan) semua sumber daya yang dimilikinya (fisik, mental, intelektual, emosional, dan sosial) untuk memberikan jawaban (respon) yang tepat terhadap problema yang dihadapi[1]. Atau dapat disebut juga bahwa proses belajar adalah upaya sadar untuk mengetahui hal-hal yang baru atau usaha untuk mengerti atas hal-hal yang belum dimengerti.

Budaya belajar sampai saat ini tidak akan bisa lepas dari jiwa seorang mahasiswa, karena telah dijelaskan bahwa tidak belajar berarti tidak mahasiswa. Tapi realitasnya banyak pergeseran makna belajar dari makna idealnya, sepintas makna ideal dari proses belajar mahaiswa adalah dimulai dari masuk kuliah dikelas, diskusi hingga berorganisasi, semua ini adalah proses belajar yang ideal bagi mahasiswa, realitasnya makna proses belajar yang sekarang ini berkembang adalah masuk kelas duduk manis mendengarkan ceramah dosen selanjutnya yang terpenting adalah absensi untuk membantu mendongkrak nilai mereka.

Dalam kesempatan kali ini penulis akan mencoba memberikan uraian tentang budaya belajar mahasiswa yang ada di perguruan tinggi

Selanjutnya penulis akan menguraikan satu persatu budaya belajar mahasiswa yang sudah mengakar disetiap diri mahasiswa, budaya belajar yang pertama adalah :

  1. Budaya Belajar Disiplin

Kata disiplin sudah tidak asing bagi kehidupan manusia, yang mana kata disiplin akan masuk kedalam problem setiap manusia, kata disiplin menurut Drs. Syaiful Bahri Djamarah adalah “suatu tata tertib yang dapat mengatur tatanan kehidupan pribadi atau kelompok”[2]. Untuk menegakkan hidup disiplin kita tidak harus melibatkan banyak orang, karena disiplin akan lahir jika ada kesadaran yang tinggi pada setiap manusia. Ciri utama orang yang hidup dalam kedisiplinan belajar adalah mereka tidak mau menyia-nyiakan waktu walaupun sedetik hanya untuk pikiran yang hampa, musuh terbesar orang yang disiplin belajar adalah budaya jam karet, yang mana budaya jam karet adalah musuh besar bagi mereka yang mengagungkan disiplin dalam belajar. Mereka benci menunda-nunda waktu, setiap jam dan bahkan setiap detik sangat berarti bagi mereka yang menuntut ilmu dimanapun mereka berada.

Pengikut dari budaya belajar ini sangatlah sedikit, mungkin hanya 20% dari semua yang belajar disetiap perguruan tinggi, hal ini dapat dibuktikan dengan makin menjamurnya perilaku-perilaku mahasiswa yang tidak selayaknya disebut dengan mahasiswa, alasan tidak mumbuat tugas kuliah dengan kata lupa, ketinggalan, dibawa teman selalu disodorkan kemuka dosennya setiap hari. Inilah bukti real dari budaya jam karet yang telah menyebar kesetiap urat nadi setiap mahasiswa, dan anehnya setiap mahasiswa ynag sudah terkena virus ini merasa sudah nyaman, mereka tidak berusaha untuk mencari penawar virus ini. Seharusnya mereka menyadari lebih dini tentang kalimat waktu adalah pedang, manusia harus bisa memanfaatkan waktu kalau manusia tidak ingin menyesal gara-gara menyia-nyiakan waktu itu sendiri.

  1. Budaya Belajar Wayang

Mungkin istilah ini tidak cocok untuk penyebutan dalam ruang lingkup pendidikan, tapi kalau kita melihat dan tahu kapan pertunjukan wayang digelar pasti akan menerima istilah belajar wayang, budaya belajar yang seperti ini ditempuh bagi mereka mahasiswa yang suka bermain dengan roda waktu, mereka selalu menunda-nunda belajarnya, alasan yang sering mereka gembor-gemborkan adalah kenapa harus belajar Belanda masih jauh ? sungguh sangat ironis mahasiswa yang mempunyai anggapan seperti ini, karena materi atau pelajaran dalam waktu 6 bulan akan dipelajari dalam waktu satu malam atau dalam istilah pewayangan adalah pagelaran wayang semalam suntuk.

Dalam bukunya The Liang Gie yang diterbitkan oleh Pusat kemajuan studi Yogyakarta menyatakan bahwa “belajar setiap hari 1 jam selama 6 hari berturut-turut akan memberikan hasil yang lebih besar dari pada belajar 6 jam setiap kali dalam jangka waktu seminggu”[3] dengan pernyataan ini, lamanya waktu belajar tidak akan menjamin berhasilnya dalam penguasaan materi atau pelajaran. Hal ini terbukti saat perjuangan setiap mahasiswa dalam mengerjakan ujian akhir semester, mereka belajar semalam suntuk untuk bisa menguasai materi yang telah didapat selama 6 bulan, dipagi harinya akan terlihat peristiwa-peristiwa diluar pemikiran mereka, dimulai dari mereka yang bangun kesiangan karena lelah akhirnya saat ujian mereka banyak yanmg terlambat dan semua yang telah dipelajari semalam hilang begitu saja karena tegang. Banyak dari mereka yang mengantu saat mengerjakan soal ujian. Sebetulnya semua ini dapat diatasi sejak dini, belajar tidaklah harus menunggu ada ujian, tapi belajar haruslah dilakukan secara continue. Yang harus digaris bawahi dalam hal pemanfaatan waktu atau untuk menghindari budaya belajar wayang adalah kesadaran bagi setiap mahasiswa bahwa mereka tidak bisa menghindarkan diri mereka dari masalah waktu, seharusnya mereka tidak boleh menjadi budak waktu, tetapi majikan waktu atau pengatur waktu. Mereka harus bisa mengatur rentangan waktu duapuluh empat jam itu dengan sebaik-baiknya.

  1. Budaya Terlambat Kelas

Setiap dapat jadwal kuliah khususnya jam 07.00, sering sekali para dosen selalu sarapan pagi dengan kata-kata maaf Pak, saya terlambat jalannya macet, maaf Pak, terlambat ditengah jalan bannya bocor. Inilah sikap yang ditunjukan para mahasiswa yang berlangganan terlambat kelas. Padahal akibat dari keterlambatan itu, banyak efek yang tidak baik untuk lancarnya pembelajaran bagi mereka. Budaya terlambat menjadi rutinitas bagi tipe mahasiswa yang menganggap kuliah tidak penting, mereka lebih santai dalam hal menerima mata kuliah. Sehingga hasil belajar akan lebih bagus jika masuk kuliah tepat waktu atau tidak terlambat, mahasiswa yang lebih awal masuk kuliah dapat mempersiapkan diri dan semua yang akan dibutuhkab dalam perkuliahan, sedangkan mahasiswa yang berlangganan terlambat akan mendapatkan kerugian yang banyak, mulai dari ketinggalan materi, tidak tahu pokok bahasan yang dibahas.

  1. Budaya belajar dibelakang kelas

Budaya ini selalu muncul disetiap perkuliahan, dosen yang berwatak galak akan sangat mempengaruhi bagaimana mahasiswa memilih tempat duduk yang strategis menurut mereka. Hampir 70% penganut budaya ini adalah mahasiswa bukan mahasiswi. Realitanya ketika perkuliahan berlangsung pada saat dosen memberikan materi umumnya dosen tidak menggunakan alat pengeras suara, hal ini jelas yang paling mendengar materi dengan jelas adalah mereka yang memilih duduk dikursi paling depan. Duduk didepan lebih mudah untuk memusatkan konsentrasi dan memperkecil kemungkinan dari berbagai macan gangguan. Sedangkan mahasiswa yang duduk dibelakang pasti kurang jelas dalam menerima materi, dan yang paling penting duduk dibelakang sangat rawan dengan gangguan atau mengganggu teman yang sudah serius.

5. Belajar Menunggu Tugas

Kesibukan seorang mahasiswa akan terjadi jika seorang mahasiswa mendapatkan tugas dari dosen, kelompok mahasiswa yang selalu belajar jika diberi tugas akan terlihat dalam kesehariannya selalu berusaha untuk santai-santai. Mereka tidak berpikir kebelakang sebenarnya apa kewajiban seorang mahasiswa kalau tidak belajar. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa manfaat belajar adalah untuk mendapatkan sebuah nilai yang nantinya akan ditulis dalam transkip nilai mereka. Kesadaran belajar untuk manfaat dirinya sendiri tidak lagi dihiraukan, apalagi tuntutan masyarakat setelah mereka lulus tidak lagi menjadi pertimbangan untuk hidup santai dilingkuangan kampus. Realitanya banyak dari mereka selalu kebingungan pada saat menerima tugas dari dosen karena tahapan materi yang diberikan oleh dosen tidak mampu mereka pahami secara detail.

  1. Wabah Internet

Dizaman yang modern ini, alat-alat elektronik semakin canggih. Banyak para ilmuan yang menciptakan alat-alat yang dapat meringankan beban manusia, Salahsatunya adalah internet. Internet ini mempunyai fungsi yang positif bagi manusia, misalnya,dengan alat ini manusia bisa mengakses berita atau informasi yang mereka butuhkan. Tapi disisi lain alat ini juga mempunyai fungsi yang negatif. Seperti yang dialami mahasiswa kita, apabila mereka mendapat tugas dari dosennya untuk membuat artikel, mereka tidak mau mengerjakan atau menyusun artikel itu sendiri tetapi mereka mencari dari internet. Dengan meminta bantuan pada syaikh google atau yang disebut dengan mesin pencari search engine dengan bantuan google mereka tinggal mengetik apa tema dari artikel tersebut kemudian keluarlah beberapa artikel seperti yang mereka maksud. Ketika sudah dapat apa yang dibutuhkan, mereka langsung meng-copy-nya dan tidak mau mempelajari apa maksud artikel tersebut. Sehingga ketika ada presentasi dikelas, kebanyakan dari mereka tidak bisa menjawab terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh teman-temannya. Hal inilah yang menjadikan mahasiswa kita tidak bisa berfikir kreatif dan hanya bergantung pada pada internet.

  1. Tugas dipundak, Perpustakaan Ngantre

Perpustakaan adalah salahsatu komponen yang harus ada pada setiap perguruan tinggi atau universitas, baik itu kampus yang berada dijantung kota atau kampus yang ada dipinggiran. Perpustakaan sangat mempengaruhi bagi wawasan mahasiswa itu sendiri, karena dengan adanya perpustakaan setiap mahasiswa bebas dan mampu membaca buku apa saja yang tidak sanggup dibeli oleh mahasiswa. Kadang ada masalah baru yang timbul dari lembaga pendidikan yang berkaitan, mereka membangun gedung perpustakaan yang megah, tapi literaturnya dan penataan administrasinya tidak teratur, mereka hanya memenuhi salahsatu komponen dalam kampus. Inilah yang membedakan dari perpustakaan yang satu dengan yang lain.

Penulis merasa perpustakaan sudah dapat dikategorikan sebagai perpustakaan yang baik, karena disamping literatur yang cukup lengkap, dan fasilitas dan pelayanannya yang ramah, perpustakaan ini dibuka untuk umum jadi yang bisa memanfaatkan perpustakaan tidak hanya dari kalangan mahasiswa tapi semua lapisan masyarakat yang ada di Salatiga, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Tapi disayangkan jika lembaga sudah berusaha memberikan hal yang terbaik bagi mahasiswa, namun tanggapan dari mahasiswa tidak sebanding dengan usaha lembaga, hal ini terbukti dengan jumlah pengunjung perpustakaan yang minim pada hari-hari biasa, mungkin ini akibat daya minat baca mahasiswa yang masih kurang. Setiap mahasiswa berkunjung ke perpustakaan mayoritas mereka bila ditanya mengapa keperpustakaan jawaban mereka dapat dipastikan mau mengerjakan tugas. Sangat sedikit dari jawaban mereka mau membaca cari pengetahuan.

Seharusnya mahasiswa yang sudah terkenal dengan kaum intelektaul, dengan sadar dan termotivasi untuk menjadikan perpustakaan sebagai gudang ilmu mereka, tidak sedikit mahasiswa yang tidak mengenal perpustakan sungguh sangat ironis. Sebagai mahasiswa yang mempunyai tuntutan moral yang sangat tinggi, selayaknya mahasiswa membekali diri dengan ilmu sebanyak-banyaknya.

Itulah sekilas pandang dari budaya belajar mahasiswa, yang sedikit banyak telah menghiasi wajah kampus. Mungkin dalam penyajian tulisan ini, sedikit banyak telah memojokkan mahasiswa karena penulis menyajikan budaya belajar yang tidak sehat. Tapi ini semua berdasarkan fakta-fakta dalam keseharian kampus. Sekali lagi penulis menegaskan tidak semua mahasiswa mempunyai budaya belajar yang tidak sehat, ada sebagian dari mereka benar-benar telah menata niat untuk belajar di kampus. Banyak faktor yang mempengaruhi beragamnya budaya belajar mahasiswa, salah satunya yang paling dominan adalah dari kepribadian mahasiswa itu sendiri, di tambah dengan lingkungan yang tidak mendukung sama sekali. Yang terakhir dari tulisan ini, penulis akan meninggalkan pesan bagi seluruh mahasiswa bahwa setiap mahasiswa harus belajar dan selalu belajar dengan moto anak kampus the time is to read or the time is to study[4]



[1] Abdurrahman, Pengelolaan Pengajaran, C.V. Bintang Selatan, 1994, hlm. 97.

[2] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Rahasia Sukses Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 12.

[3] The Liang Gie, Cara Belajar yang Efisien, Pusat kemajuan Studi, Yogyakarta, 1988, hlm. 76

[4] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, loc. It. Hlm. V.

Arti Sebuah Mutu

Dalam resum ini akan membahas tentang mutu dalam suatu pendidikan, menurut buku ini mutu adalah sebuah proses berstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Cara melihat mutu itu di dasarkan pada akal sehat. Pada tahun 1920-an Dr. W. Edward Deming mengembangkan mutu berdasarkan kebutuhan untuk memperbaiki kondisi kerja bagi setiap pegawainya. Metodelogi mutu menuliskan bahwa setiap sistem kerja dapat dibagi dalam serangkaian proses kerja, dari setiap rangkaian kerja itu adalah proses yang penting dalam memberikan sumbangan pada penciptaan keluaran atau output. Bila setiap pekerja mencapai standar mutu yang telah ditetapkan dalam masing-masing rangkaian kerja, maka hasil akhirnya adalah produk yang sangat bermutu karena ini adalah gabungan dari berbagai mutu-mutu yang ada di dalam rangkaian kerja itu sendiri

Pada saat kita membicarakan tentang mutu pendidikan di Indonesia banyak mutu yang dilihat dari hasil perbaikan peringkat kelas atau nilai –nilai rapor yang dilakkan pada setiap semester. Kalau mutu didasarkan seperti itu, maka perbaikan mutu di bebabankan pada setiap guru kelas, yang mana guru hanya terfokus memberikan pendidikan siswa, maka hal ini akan mempengaruhi keseluruhan pendidikan mutu.

Sebenarnya ada dua tipe implementasi mutu yang ada didunia pendidikan yang dilihat dari siapa yang bertanggungjawab pada mutu sebuah pendidikan, yang pertama adalah tipe yang sering disebut dengan m-kecil tipe ini sangat tidak menjajikan dalam pencapaian sebuah mutu karena mutu pada tipe ini sangat membebankan pada setiap guru kelas, yang kedua adalah tipe m-besar dengan tipe inilah dunia pendidikan akan dapat memperbaiki mutu pendidikan itu sendiri karena dengan tipe ini setiap orang akan terdorong untuk bertanggungjawab pada sebuah mutu, settipa orang diberi hak atau di fasilitasi dengan alat yang dibutuhkan untuk mengubah cara kerjanya untuk memperbaiki mutu keluaran merekasetap orang akan bertanggungjawab mengurangi pemborosan dan ifesien atau setiap orang akan berpikir dua kali untuk bertindak yang tidak sesuai dengan apa yang sebaiknya dilakukan, sehingga hasilnya pun akan dilihat dengan cara mereka menciptakan pembelajaran dab lingkungan kerja yang lebih baik. Semua unsur pendidikan akan bertanggung jawab pada penciptaan mutu yangbenar-benar bermutu.

PRINSIP-PRINSIP MUTU

Mutu pada saat ini sangat diperhatikan dalam mengelola sebuah pendidikan, karena dengan mutu yang bagus sebuah lembaga akan dikatakan telah berhasil dalam mengelola pendidikannya, hal ini dapatkita ketahui dengan melihat output-output yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut. Mutu sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak tidak hanya pada guru kelas yang bertanggungjawab pada kelasnya sendiri, tapi dari lingkungan bagi pendidik, orang tua, pejabat pemerintah, wakil-wakil masyarakat dan pemuka bisnis atau donatur untuk bekerja sama guna memberikan kepada siswa sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi tantangan masyarakat, bisnis dan akademik sekarang dan masa depan

Kebanyakan di masyarakat banyak dari mereka atau tanggapan mereka ada yang setuju atau tidak dengan adanya implementasi mutu dalam pendidikan, menurut survei yang telah dilakukan oleh buku yang penulis resum ini, sedikitnya ada enam kelompok, enam itu adalah

1. regresi adalah sekelompok orang yang menolak menerima konsep mutu dan kostumer

2. skeptisisme adalah sekelompok orang yang menerima konsep mutu dan kostumer namun perle diyakinkan bisa tidaknya diterapkan dalam pendidikan

3. kontrol adalah sekelompok orang yang berusaha menerima car lain dalam melaksanakan pekerjaan namun mereka merasakan kehilangan atas lingkunganya

4. kesadaran adalah sekelompok orang yang mendukung konsep mutu dan mereka inginmengambil transformasi mutu.

5. integrasi adalahsekelompok orang yang didorong oleh mutu, semua pekerjaanya selalu dilakukan dengan pendekatan mutu

6. sinergi adalah sebuia kelompok yangbeasal dari pemasok, produser dan kostumer menjadi satu membentuk sebuah tim

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP MUTU DR. W. EDWARD DEMING DALAM PENDIDIKAN

sedikitnyan ada 14 perkara yang dikembangkan oleh Dr. W. Edward Deming, yang menggambarkan apa yang sebenarnya yang di butukan sebuah kegiatan bisnis untukmengembangkan budaya mutu itu sendiri, 14 perkara ini sangat mempengaruhi dengan kelangsungan hidup bisnis. Hakikat mutu dalam pendidikan atau 14 perkara tersebut adalah

  1. Menciptakan Konsistensi Tujuan. penciptaan konsistensi tujuan untuk memperbaiki layanan dan siswa dimaksudkan untuk menjadikan sekolah sebagai sekolah yang kompetitif dan berkelas dunia
  2. Mengadopsi Fisolofi Mutu Total. pendidikan harus benar-benar dlam lingkungan yang kompetitif dan sistenm sekolah harus menyambut baik dengan tantangan untuk berkompetisi dalam sebuah perekonomianglobal.
  3. Mengurangi Kebutuhan Pengujian. Ini dapat dilakukan dengan cara memberikan lingkungan belajar yang mengahsilkan kinerja siswa yang bermutu
  4. Menilai Bisnis Sekolah Dengan Cara Baru. Cara yangbaru adalah dengan cara memandang skolah sebagai pemasok siswa dari kelas satu sampai selanjutnya. Bekerja sama dengan para orangtua murid dan berbagi lembaga untukmemperbaiki mutu siswa menjadi bagian sistem
  5. Memperbaiki Mutu Dan Produktivitas Serta Mengurangi Biaya. Perbaikan mutu dan produktifitas dapat dilakukan dengan cara perencanaan yang matang sehingga biaya dapat diminimalkan
  6. Belajar Sepanjang Hayat. mutu dapat diawali dan di akhiri dengan latihan, karena dengan latihan orang akan berubah cara pekrja mereka. Perangkat pelatihan ini sangat membantu dalam peciptaan mutu yang baik
  7. Kepemimpinan Dalam Pendidikan. Setiap lembaga mempunyai harus bisa mengembangkan visi dan misi yang dilaksanakan oleh para menejer dan harus telah di ketahui atau didukung oleh para guru, staf, siswa, orang tua dan komunitas yang terlibat. Visi dan misi ini harus jelas atas kesepakatan seluruh elemen pendidikan
  8. Mengeleminasi Rasa Takut. Sudah menjadi budaya apabila ada bawahan yang bekerja dengan rasa takut pada atasan, atau mereka merasa tidak mempunyai andil untuk kemajuan lembaganya sendiri, oleh sebab itu kerja mereka tidak akan efektif karena didasari oleh rasa takut. Maka dari itu mulai sekarang ciptakanlah lingkungan yang kerja yang akan mendorong oranguntuk tidak takut dan bebas bicara.
  9. Mengeliminasi Hambatan Keberhasilan. Setiap bagian dari sebuah lembaga atau manajemen pasti kesulitan dan rintanganya bisa dikatakan sama atau berbeda, untuk itu manajemen harus bisa membuat atau mendorong bagaimana caranya semua bagian yang dibawah satu manajemen bisa saling bersatu atau gotong royong dalam menghadapi sebuah persoalan mereka harus bisa menjadi sebuah tim yang valid.
  10. Menciptakan Budaya Mutu. Setiap orang yang bertanggungjawab terhadap pekerjaanya adalah merupakan salah satu budaya mutu, untuk itu budaya ini harus selalu dikembangkan supaya mereka tidak tergantung pada seseorang atau sekelompok orang.
  11. Perbaikan Proses. Tidak ada proses yang sempurna, untuk itu setiap saat kita harus siap untuk melakukan perbaikan yang bersifat kontinyu.
  12. Membantu Siswa Berhasil. Setiap orang akan lebih merasa dihormati apabila ada pengakuan terhadap sebuah karyanya dan selalu dilibatkan dalam berbagai pekerjaan yang memang patut untuk mereka.
  13. Komitmen. Komitmen merupakan salahsatu pendukung bagi terciptanya sebuah budaya mutu, setiap manajemen harus berkemauan untuk mendukung dan memperkenalkan cara baru dalam mengerjakan sesuatu kedalam sistem pendidikan. setiap manajemen harus bisa mengerti setiap masalah yang dihadapi oleh bawahanya dengan pengertian ini bawahan akan merasa dapat perhatian dan akan lebih semangat dalam kerjanya
  14. Tanggung Jawab. Biarkanlah setiap orang yang terlibat dalam dunia pendidikan menyelesaikan pekerjaanya dengan rasa tanggung jawabab mereka sendiri.